TUGAS BAHASA INDONESIA 4
Nama : Apriyani Puspasari
NPM : 20210972
Kelas : 3EB09
PERPAJAKAN
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio,
sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk
ekstensifikasi dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan
canvassing, upaya eksensifikasi juga dilakukan DJP dengan
cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memiliki NPWP secara
system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai salah satu syarat
dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.
Dalam siaran pers DJP tanggal 25 Agustus 2005 ditegaskan bahwa
berdasarkan informasi dari Pusat Data Pajak dan sistem komputerisasi
pajak, DJP akan memberikan NPWP (secara jabatan) terhadap:
a. Pemilik tanah dan bangunan mewah;
b. Pemilik mobil mewah;
c. Pemilik kapal pesiar atau yacht;
d. Pemegang saham, baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
e. Orang asing;
f. Pegawai tetap yang berpenghasilan di atas PTKP; dan lain-
lain, yang belum ber-NPWP.
Pemberian NPWP secara jabatan tersebut akan dilakukan sejak tanggal 1
September 2005. Dengan demikian diharapkan jumlah Wajib Pajak akan
mencapai 10 juta Wajib Pajak pada tanggal 20 Oktober 2005.
Apabila pemberian NPWP tersebut dilakukan secara serentak, maka dalam
waktu singkat akan terdapat banyak Wajib Pajak baru yang belum atau
bahkan tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban-kewajiban yang
harus dilakukannya selaku wajib pajak (setelah memperoleh NPWP).
Pemungutan pajak di Indonesia menggunakan system self assessment,
oleh karena itu wajib pajak harus memahami hak dan kewajiban
perpajakannya agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan
baik. Hal ini agar wajib pajak terhindar dari masalah-masalah yang
mungkin timbul dikemudian hari yang mungkin merugikan.
BAB 2 PEMBAHASAN
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum.
1. JENIS-JENIS PAJAK
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Ø Pajak penghasilan
Ø Pajak pertambahan nilai dan pajak atas penjualan barang mewah
Ø Bea materai
Ø Bea masuk
Ø Cukai
1.2. Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
- Pajak
Provinsi terdiri dari:
- Pajak
Kendaraan Bermotor;
- Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
- Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
- Pajak
Air Permukaan; dan
- Pajak
Rokok.
- Jenis
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
- Pajak
Hotel;
- Pajak
Restoran;
- Pajak
Hiburan;
- Pajak
Reklame;
- Pajak
Penerangan Jalan;
- Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
- Pajak
Parkir;
- Pajak
Air Tanah;
- Pajak
Sarang Burung Walet;
- Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
- Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.
FUNGSI PAJAK
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh
dari penerimaan pajak.
·
Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga
dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
3.
ASAS PEMUNGUTAN
3.1 Asas pemungutan pajak menurut pendapat
para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak,
beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain.
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth
of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims",
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan
wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience of
Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak
(saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·
Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan
sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari
hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut:
·
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak
yang dibebankan.
·
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain
harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas beban yang
sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah
sebagai berikut:
·
Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai
atau mendorong semua kegiatan negara.
·
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak
untuk barang-barang mewah
·
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi
yang sama diperlakukan sama pula.
·
Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar
pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya
pajak.
·
Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
3.2. Asas Pengenaan Pajak
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai
oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering
digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
·
Asas domisili atau disebut juga asas
kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan,
orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara
itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam
kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan
pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan)
dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income
concept).
·
Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber
akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari
sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi
persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek
pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja
di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan
pajak oleh pemerintah Indonesia.
·
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau
disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle):
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan
dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini,
tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan
asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas
dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
4. PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
4.1.
Hukum Pajak Material
Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan
keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus
dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak ini, berapa besar
pajaknya, dengan kata lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan
hapusnya hutang pajak dan pola hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
4.2.
Hukum Pajak Formal
Yang termasuk hukum pajak formal adalah
peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk menjelmakan hukum material
tersebut diatas menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara
penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah
terhadap penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak (Sebelum dan sesudah
menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam
pemungutanya.
Maksud hikum formal adalah untuk melindungi, baik Fiskus
maupun wajib pajak. Jadi untuk memberi jaminan bahwa hukum materialnya akan
dapa diselenggarakan setepat-tepatnya.
Peraturan-Peraturan yang Ditujukan untuk Meneliti Apakah
ada Kewajiban Membayar Pajak
Dalam membicarakan hukum pajak material yang telah kita
singgung, bahwa misalnya dalam pajak pendapatan terdapat ketentuan-ketentuan
bahwa seseorang barulah dapa dikenakan pajak atas penghasilannya bilamana ia
memenuhi syarat subyektif maupun syara obyektifnya. Fiskus baru bergerak
setelah mengetahui dimana wajib pajak tinggal, apakah penghasilnya mem,enuhi
syarat kena pajak, besarnya tanggungan keluarga, dan sebagainya.