Nama : Apriyani.Puspasari
Kelas : 2EB09
NPM : 20210972
PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Jika tujuan orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri pembelian produk
tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distribution.
2. Asas Dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan
dari UU PK
adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi
pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan
bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
·
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri
·
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
·
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen
·
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
·
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
·
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen
Sedangkan asas-asas
yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 UU PK
adalah:
·
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
·
Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
·
Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
·
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
·
Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
3. Hak Dan Kewajiban
Konsumen
Berikut
hak-hak yang dimiliki para konsumen:
1.
Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa
2.
Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3.
Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang
dan/atau jasa
4.
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5.
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut
6.
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7.
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
8.
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Kewajiban
sebagai konsumen
Kewajiban
konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
4. Perbuatan Yang Di
Larang Bagi Pelaku Usaha
v
Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
1.
Tidak sesuai dengan :
1.1 standar yang dipersyaratkan;
1.2 peraturan yang berlaku;
1.3 ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
1.1 standar yang dipersyaratkan;
1.2 peraturan yang berlaku;
1.3 ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
2.
Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai
barang dan/atau jasa yang menyangkut :
2.1 berat bersih;
2.2 isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
2.3 kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
2.4 mutu, tingkatan, komposisi;
2.5 proses pengolahan;
2.6 gaya, mode atau penggunaan tertentu;
2.7 janji yang diberikan;
2.1 berat bersih;
2.2 isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
2.3 kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
2.4 mutu, tingkatan, komposisi;
2.5 proses pengolahan;
2.6 gaya, mode atau penggunaan tertentu;
2.7 janji yang diberikan;
3.
Tidak mencantumkan :
3.1 tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
3.2 informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3.3 Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
3.1 tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
3.2 informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3.3 Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
v
3.4
Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
ü Nama barang;
ü Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
ü Tanggal pembuatan;
ü Aturan pakai;
ü Akibat sampingan;
ü Nama dan alamat pelaku usaha;
ü Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
3.5 Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
ü Nama barang;
ü Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
ü Tanggal pembuatan;
ü Aturan pakai;
ü Akibat sampingan;
ü Nama dan alamat pelaku usaha;
ü Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
3.5 Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
v Dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa:
1. Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
1. Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
a. Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan
harga/harga khusus, gaya/mode tertentu,
sejarah atau guna tertentu.
b. Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung
cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang
tertentu.
2. Secara tidak benar dan
seolah-olah barang dan/atau jasa tersebu:
a.Telah
mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
b. Dibuat perusahaan
yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
c. Telah tersedia bagi
konsumen.
3. Langsung/tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain.
4. Menggunakan kata-kata
berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping
tanpa keterangan lengkap.
5. Menawarkan sesuatu yang
mengandung janji yang belum pasti.
6. Dengan harga/tarif
khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
7. Dengan
menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi
tidak sesuai dengan janji.
8. Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa
lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa
pelayanan kesehatan.
v Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk
diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan
tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
v Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
v Dalam menawarkan barang
dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
v
Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang,
dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut
seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat
tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam
jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain
d.Menaikkan
harga sebelum melakukan obral.
5. Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Tanggung Jawab Pelaku Usaha (Ps 24-28)
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang
dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
a. pelaku usaha lain menjual kepada
konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut
b.pelaku usaha lain, didalam transaksi
jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan
oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa
menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau
jasa tersebut
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi
barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan
konsumen apabila pelaku usaha tersebut
a. tidak menyediakan atau lalai
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi
jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa
wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang
diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang
dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila
a. barang tersebut terbukti seharusnya
tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
b. cacat barang timbul pada kemudian
hari
c. cacat timbul akibat ditaatinya
ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh
konsumen
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4
(empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan
Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
6. Sanski Bagi
Konsumen
Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum
tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang
tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan
mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut :
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut :
1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai
dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran,
komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang
barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat,
atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. (pasal 18 ayat 1 huruf b).
2) Dihukum dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan
secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga
atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang
melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah
diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat
informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
SUMBER :
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
SUMBER :
· http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya_uu_perlindungan_konsumen_babVI.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar